Di sebuah rumah papan yang sudah tak layak huni, seorang gadis berumur 13 tahun tengah cemburut menunggu kehadiran ibunya. Ia ingin menagih janji ibunya yang ingin memberikan sebuah telepon genggam idamannya. Namun, sedari pukul 12 siang, ibunya tak kunjung pulang ke rumah.
Selama lima jam, akhirnya terdengar suara seseorang membuka pintu ruang tamu rumah papan tersebut. Bergantilah wajah anak tersebut. Senyum manis menghiasi wajah sayu si gadis. Ia terpaku dengan kantung plastik kuning berlogo toko gadget di dekat pasar yang dibawa ibunya.
"Ini, Nan hp-mu. Maaf menunggu lama" ucap Ibu separuh baya sambil memberikan kantung plastik itu kepada gadis tercintanya.
Gadis pemilik nama Kinan itu pun sibuk membuka kotak produk telepon genggamnya. Saat dilihat, telepon genggam itu sangatlah kecil. Saat ia selidiki, tak ada lensa kamera yang terpasang pada telepon genggam itu. Kinan pun kecewa. Telepon genggam yang diharapkannya adalah telepon genggam yang lebar dengan layar sentuh dan kamera. Namun, ibunya hanya membelikan telepon genggam yang ia sering lihat digenggaman tukang ojek.
"Bu..! Kenapa engga ada kameranya? Terus kok kecil sih? Ibu tega ya sama Kinan, ibu maunya Kinan diejek sama temen-temen Kinan, ibu maunya Kinan jadi anak gaptek!" ucap Kinan sambil meletakan telepon genggam kecil itu di atas kursi kayu tua.
"Bukan begitu, nak. Ibu tidak punya uang untuk membeli hp semahal itu, nak. Untuk makan saja ibu hitung-hitung uang dulu" kata Ibu sembari menahan tangis mendengar ucapan anaknya yang membuat hati Ibu separuh baya itu merasa tersayat-sayat.
Kinan tak menghiraukan kata-kata ibunya. Ia malah menangis meraung-raung memanggil nama ayahnya.
"Seandainya Ayah tidak naik kereta sial itu, sekarang aku pasti adalah anak orang kaya" ucapnya dalam hati sembari menatap lekat-lekat foto ayahnya disebuah bingkai foto merah marun yang dibeli oleh Kinan untuk hadiah ulang tahun ayahnya. "Ayaaah.. aku ingin ke surga bareng ayah... Ayahhh.." kembali lagi Kinan memanggil-manggil nama ayahnya.
Keesokan harinya, Kinan berangkat sekolah tanpa membawa telepon genggamnya. Padahal ibunya telah menyuruh Kinan untuk membawa telepon genggam tersebut dengan tujuan, jika Kinan lelah untuk pulang jalan kaki, Ibunya akan menyuruh tukang ojek untuk menjemput Kinan.
"Nan, kamu engga bawa hp-mu?" tanya Ibu dengan halus. Ini beribu kalinya ibunya bertanya pertanyaan seperti itu kepada Kinan.
"Ennga mau! Kinan malu, buuu" bentak Kinan sambil membanting sendoknya ke dalam mangkuk.
"Kamu malu kenapa, Nan? Toh, itu bisa buat telepon sama sms kan?" kata Ibu.
"Engga! Ibu jangan maksa Kinan dong! Udah, ah Kinan mau berangkat!" pamit Kinan dengan kasar dengan ibunya. Kinanpun enggan mencium tangan ibunya.
Ibu-pun mengantarkan Kinan sampai depan pintu rumah. Ia menatap Kinan dengan tatapan lembut. Ia terus memperhatikan Kinan sampai akhirnya Kinan tak terlihat lagi dipelupuk matanya. Dalam hati kecilnya, ia terus berdoa kepada Tuhan agar anaknya akan terus dalam lindungan-Nya.
"Ya, Tuhan, lindungi Kinan anakku, jadikan dia anak yang salehah, menjadi orang yang sukses. Tidak seperti aku, yang gagal untuk menjadi seorang ibu" batin Ibu.
Ibu-pun segara bangun dari lamunannya. Ia menutup pintu rumahnya dan bergegas untuk mengambil ubi cilembu yang siap ia jual ke pasar. Namun, tiba-tiba dadanya terasa sesak, napasnya pun terengah-engah. Ibu memilih berbaring di atas tikar biru untuk meringankan rasa sesaknya. Tak lama ia pun tertidur pulas.
"Duh...capekkk... Loh...??? Ibu kok gak ke pasar?" tanya Kinan setiba di rumah melihat ibu-nya terbaring di atas tikar.
Ibu terbangun mendengar suara gadisnya. Diliriknya jam dinding hitam yang menggantung tepat disudut rumahnya. Ia pun kaget setengah mati ketika meihat jam menunjukan pukul 12 siang.
"MasyaAllah, nak ibu ketiduran. Maaf, nak" ucap Ibu. Ia sedikit kebinguan untuk mencari alasan kepada anaknya kenapa ia tertidur. Ia tak ingin anaknya mengetahui kalau tadi ia merasakan sesak napas.
"Oh baguslah kalau ibu engga ke pasar. Aku mau ngomong sesuatu, Bu" kata Kinan sambil duduk di depan ibunya.
"Mau ngomong apa, nak?" tanya Ibu yang mulai curiga jika anaknya ingin meminta suatu hal yang tak bisa ia penuhi karena biaya.
"Besok kan tangan 15 September! Ibu ingat engga itu ada apa???" tanya Kinan lagi sambil tersenyum menggoda kepada sang ibu.
Ibu berusaha mengingat. Tiba-tiba terbesit kejadian 13 tahun yang lalu tepat 15 September dimana seorang bayi perempuan lahir.
"Oh.. Ibu ingat. Pasti ulang tahun mu ya?" terka Ibu sambil mencolek dagu putri kesayangannya.
"Betuuullll!!! Seratus deh buat Ibu. Oh iya Bu, Kinan mau, ulang tahun Kinan dirayakan seperti Linda. Di cafe kecil sebrang salon milik orang tua Linda" pinta Kinan kepada ibunya.
Ibu hanya terdiam. Berfikir tujuh keliling mendengar permintaan anak tercintanya. Sebenarnya ia masih punya uang simpanan, namun ia berniat memakai uang simpanan itu untuk biaya berobatnya.
"Alah, aku sudah bau tanah ini, uangnya untuk dia saja, lagi pula Kinan tak pernah dirayakan ulang tahunnya" batin Ibu.
"Bu, bagaimana? Setuju tidak?" tanya Kinan lagi.
"Iya, nak, Ibu setuju! Kamu sebar saja ya undangannya sendiri. Ibu mau mengurus uangnya dulu" ucap Ibu sambil tersenyum lebar.
"Horeeee...!!!" teriak Kinan. Gadis ini segera menyambar telepon genggamnya untuk memberi tau teman-temannya bahwa besok mereka diundang di pesta ulang tahunnya.
Ibu hanya bisa tersenyum bahagia bisa membahagiakan anaknya. Dalam hatinya ia mengucapkan syukur karena dapat membahagiakan anaknya. Tanpa pikir panjang, Ibu mengambil uang simpanannya di dalam kotak kayu usang. Uang itu untuk biaya pesta ulang tahun Kinan. Ia sudah tak memperdulikan sakitnya. Ia hanya meminta keajaiban kepada Tuhan agar bisa bersama Kinan selalu.
Keesokan harinya tepat tanggal 15 September pukul 1 siang, Kinan sudah bersiap-siap untuk berangkat ke cafe, tapi ia heran, sedari tadi ibunya hanya terbaring di atas tikar biru.
"Bu, engga ikut? Kok Ibu engga ceria? Ibu engga suka ya?" tanya Kinan heran.
"Engga, Nan, Ibu hanya pegal-pegal saja, nih. Sudah kamu berangkat saja duluan, nanti Ibu nyusul" ucap Ibu dengan nada sedikit tertatih.
"Yaudah, Bu, Kinan pamit" ucap Kinan sambil keluar rumah.
Sesak di dada Ibu mulai kambuh, makin lama makin parah, napasnya terengah-engah. Ia merasa oksigen yang ada di dunia tak cukup untuk paru-parunya.
~DI CAFE~
"HAPPY BIRTHDAY KINAAAN" ucap teman-teman Kinan saat sampai di cafe.
"Makasih, ya guys, u are the best, yeay!" ucap Kinan sambil memeluk teman-temannya.
"Iya, Nan, sama-sama. Oh iya, nyokap lo mana? Kok engga dateng?" tanya Shafira, salah satu sahabat Kinan.
Kinan-pun terdiam. Ia kebingungan untuk mencari alasan yang tepat. Ia tak ingin mengatakan Ibu-nya tengah terbaring lemas di atas tikar.
"Ah, anu.. Nyokap gue lagi ada meeting, jadi engga bisa dateng, deh" kata Kinan berbohong.
"Yaelah, meeting ternyata lebih penting yee dari anak. Beda sama nyokap gue, kalo ada event gini ikut dateng, padahal lagi sibuk" celetuk Mona.
Kata-kata Mona berhasil membuat sedih Kinan. Kinan berfikir Ibunya sangat jahat kepadanya, tak datang ke acara bahagia Kinan hanya karena pegal.
"Udah, ah suka-suka nyokap gue lah. Makan aja duluuu" sanggah Kinan yang berusaha menutup percakapan tentang Ibunya yang tak hadir.
Tepat pukul 3 sore, Kinan pulang ke rumah. Dilihatnya berderet sandal-sandal di luar rumahya, sayup-sayup terdengar suara orang tengah mengaji.
"Ibu ngadain pengajian dadakan gitu?" pikir Kinan.
Segala pertanyaan yang menghantui Kinan soal banyaknya sandal berderet di luar rumahnya dan sayup-sayup orang mengaji pun terjawab saat melihat jasat Ibu tercintanya terbaring kaku dikerumuni warga sekitar dengan busana hitam.
"I...bu..? IBU....!!!" teriak Kinan sambil berlari menuju jasat Ibu tercintanya.
"Ibu banguun, Bu. Kinan engga mau pisah sama Ibu, kalo Ibu engga ada, Kinan tinggal sama siapa??" ucap Kinan diiringi tangisan yang begitu kencang.
"Nak, Ibu mu sudah tiada karena sesak napas. Kami melihat Ibu mu dalam perjalanan ke cafe memegang dadanya terus. Wajah Ibu-mu sangat pucat dan tiba-tiba Ibu mu terjatuh meghembuskan nafas terakhirnya.." kata Ibu Melly, salah satu tetangga Kinan.
Kinan-pun terisak. Uang yang seharusnya dipakai untuk menyembuhkan penyakit Ibunya, justru dipakai untuk pesta ulang tahun yang hanya menguntukan satu pihak. Kinan pun menyesali semua perbuatannya, jika ia tau jika Ibunya terbaring karena sakit, akan ia batalkan acara pesta ulang tahun itu.
"Ibu, terima kasih sudah jadi pahlawan ku, Ibu Kinan sayang Ibu. Tunggu Kinan di surga sama Ayah, ya, Bu!" bisik Kinan ditelinga jasat Ibunya.
Gimana ceritanya? Engga seru, ya? Maaf deh soalnya masih dalam tahap pembelajaran^^ Terima kasih sudah membaca! Jangan lupa komennya ya:D
SALAM BLOGGER!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar